SuhaNews – Potensi megathrust di Indonesia merupakan ancaman serius karena letaknya di zona subduksi aktif, tempat pertemuan lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Zona ini dapat memicu gempa besar, seperti gempa dan tsunami Aceh 2004 dengan magnitudo 9,1 yang menewaskan lebih dari 230.000 orang. Megathrust Megathrust Megathrust Megathrust
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat potensi megathrust tinggi di sepanjang pantai barat Sumatera hingga Nusa Tenggara, dengan magnitudo hingga 8,7. Kondisi ini menuntut kesiapsiagaan maksimal untuk meminimalkan dampak bencana yang bisa terjadi kapan saja.
Kesiapsiagaan dalam mitigasi bencana menjadi langkah yang sangat krusial dalam menghadapi potensi megathrust. Langkah-langkah mitigasi seperti edukasi masyarakat tentang jalur evakuasi, latihan simulasi gempa, dan penguatan infrastruktur sangat diperlukan. Menurut data dari United Nations Office for Disaster Risk Reduction (UNDRR), negara yang memiliki sistem peringatan dini dan pendidikan bencana yang baik mampu mengurangi kerugian hingga 60% saat bencana terjadi.
Menggandeng BMKG, BNPB, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), dan Palang Merah Indonesia (PMI), Program Studi Teknik Geofisika Universitas Pertamina (UPER) menggelar kegiatan edukasi mitigasi bencana di tujuh sekolah di Jabodetabek. Meliputi SMA Muhammadiyah 18 Jakarta, SMAN 70 Jakarta, SMAN 65 Jakarta, SMAN 74 Jakarta, SMAN 87 Jakarta, SMAN 90 Jakarta, dan SMA Global Islamic School.
“UPER Mitigation yang selenggarakan di SMA Jabodetabek menjadi harapan besar dalam memberikan pemahaman terhadap pengelolaan bencana. Edukasi yang dikemas dengan menarik menjadi salah satu cara pembelajaran yang efektif, terlebih lagi dilengkapi dengan simulasi kebencanaan,” ungkap Afra Kansa Maimuna, S.Tr. Geof, Tim Diseminasi Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG.
Berikut adalah tips yang disampaikan oleh tim Teknik Geofisika Universitas Pertamina UPER beserta mitra dalam mitigasi bencana alam:
Memahami Jalur Evakuasi
Jalur evakuasi adalah standar penting dalam K3 dan langkah persiapan krusial dalam situasi darurat, termasuk mencapai titik kumpul dengan cepat. Siswa SMA dikenalkan dengan simbol-simbol pada peta evakuasi, seperti persegi yang menandakan tangga darurat.
“Gempa dapat terjadi kapan pun, sehingga pemahaman terhadap jalur evakuasi dapat menjadi upaya mitigasi terbaik yang membantu penyelamatan diri dari bencana, memungkinkan tindakan cepat dan memudahkan tim penyelamat menavigasi lokasi,” jelas Iktri Madrinovella, M.Si, sebagai dosen Teknik Geofisika, pengampu mata kuliah Mitigasi Bencana Alam.
Berkumpul di Titik Kumpul
Titik kumpul biasanya merupakan area terbuka yang jauh dari bangunan, tiang listrik, atau objek yang berpotensi jatuh pada saat terjadinya bencana alam seperti gempa. Sosialisasi tersebut mengarahkan peserta untuk melakukan simulasi, mulai dari turun melalui tangga darurat hingga berkumpul di titik kumpul.
“Titik kumpul umumnya adalah lokasi yang mampu menampung banyak orang, seperti lapangan sekolah. Titik kumpul ini juga harus mudah diakses untuk mendapatkan bantuan atau penyelamatan. Sebaiknya, tunggu hingga situasi benar-benar aman sebelum kembali ke tempat semula,” kata Rian Sarsono, Analis Muda Sub Koordinator Pencegahan BPBD Jakarta.
Bersembunyi di Bawah Meja
Dalam sesi simulasi gempa bumi, UPER dan tim BNPB melakukan penyelamatan diri sederhana dengan berlindung di bawah meja yang kuat. Langkah ini melindungi dari benda-benda yang mungkin jatuh atau terlempar selama bencana.
“Jika terjadi gempa dan evakuasi ke titik kumpul tidak memungkinkan, langkah awal adalah berlindung di bawah meja untuk melindungi diri dari reruntuhan. Namun, setelah situasi memungkinkan, segera menuju titik kumpul hingga keadaan stabil,” ujar Ruzwar Wahyudi, M.Han., Analis Bencana BNPB.
Melakukan Pertolongan Pertama
Dalam sesi pelatihan, siswa SMA juga dilibatkan dalam praktik dasar Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K). Tindakan sederhana seperti membersihkan luka, menghentikan pendarahan, membalut luka dengan kain bersih, atau memberikan bantuan pernapasan dapat dilakukan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kondisi memburuk.
“Untuk luka ringan, langkah pertama adalah membersihkan luka dengan antiseptik seperti NaCl atau gel pembersih, lalu membalutnya dengan kasa atau plester. Jika diperlukan, bantuan pernapasan buatan bisa diberikan dengan menekan dada dan memberikan dua napas buatan melalui mulut,” tutup Deden Suhendar, Kepala Divisi Yankesos, UDD, Pengembangan Sumber Daya dan Armada, PMI.
Berita Terkait :
- Ini 6 Pekerjaan yang Bakal Dibutuhkan, Bagaimana Mempersiapkannya?
- Bikin Layangan Penghasil Listrik, Mahasiswa Universitas Pertamina Sabet Penghargaan
- The 2nd Pertamina Energy Dialog 2024, Biofuel untuk Masa Depan
- Universitas Pertamina Siapkan Mahasiwa Berkarir dengan Magang di Jepang
- Inovasi Sampah, Mahasiswi Universitas Pertamina Diganjar Dana Komersialisasi 5 Ribu Dolar
- Sinergi Universitas Pertamina dan Bappenas, Dorong TPB Sektor Pendidikan
- PBB Tunjuk Universitas Pertamina Kembangkan Green Chemistry Bersama Kemenperin dan Yale University
- Universitas Pertamina Bekali Lulusan Dengan Pemahaman Tentang Keberlanjutan
- Inovasi Briket Ramah Lingkungan Bawa Mahasiswi Universitas Pertamina ke Afrika Selatan
- Universitas Pertamina Gencarkan Internasionalisasi Pendidikan, Supaya Lulusan Lebih Kompetitif
- Kembangkan Vokasi Hijau di IKN, Universitas Pertamina Gandeng Eastern Switzerland University
Facebook Comments