Mengatasi Resistensi Hama Melalui Pengendalian Hayati
Penulis : Sisi Yulianti_Mahasiswa Pasca Sarjana Biologi (S2) FMIPA Universitas Andalas Padang
Pernahkah mendengar istilah pengendalian hayati dan pengendalian alami?
Nah, untuk menjawab semua pertanyaan mari disimak beberapa pernyataan dibawah yang insyaallah dapat bermanfaat baik bagi saya pribadi maupun bagi pembaca semua.
Pengendalian hayati merupakan manipulasi populasi organisme hidup yang menguntungkan, yang disebut dengan musuh alami untuk mengurangi jumlah hama atau jumlah kerusakan yang disebabkan oleh hama yang melibatkan peranan manusia secara aktif.
Pengendalian hayati merupakan komponen utama dari PHT (pengendalian hama terpadu), pengendalian hayati mengoptimalkan peranan musuh alami dalam usaha pengelolaan populasi hama, dimana musuh alami merupakan bagian dari mata rantai dalam agroekosistem.
Dalam mengendalikan hama diperlukan 2 pengetahuan dasar mengenai pengendalian secara teknologi (pestisida, bahan alami, budidaya, rekayasa genetika dll), dan pengendalian secara biologi (harus mengetahui beberapa hal mengenai spesies hama, spesies tanaman dll).
Pengendalian hayati sering disebut pengendalian biologi merupakan kemampuan musuh alami seperti predator, parasitoid, maupun pathogen dalam menjaga kepadatan populasi organisme lain lebih rendah dibandingkan kepadatan populasi dalam keadaan tanpa kehadiran predator, parasitoid atau patogen. Pengendalian biologi sering disebut sebagai pengendalian hayati yang merupakan upaya manusia dalam memanipulasi musuh alami untuk mengendalikan hama.
Parasitoid merupakan serangga yang memarasit serangga atau binatang antrophoda lainnya umumnya parasitoid menyebabkan kematian pada inangnya secara perlahan-lahan dan parasitoid dapat menyerang setiap fase hidup serangga.
Predator merupakan organisme yang hidup bebas dengan memakan, membunuh atau memangsa serangga lain. Adapun ciri predator: Dapat memangsa semua tingkat perkembangan mangsa, membunuh dengan cara memakan atau menghisap mangsa, predator membunuh mangsa untuk diri sendiri, predator bersifat karnivora, tubuh predator lebih besar dari mangsa, metamorfosis predator ada yang holometabola dan hemimetabola dan predator ada yang monofag, oligofag dan polifag.
Patogen merupakan golongan MO atau jasad renik yang menyebabkan serangga sakit dan akhirnya mati. Patogen adalah salah satu faktor hayati yang turut serta dalam mempengaruhi dan menekan perkembangan serangga hama. Terdapat beberapa macam patogen yang dapat digunakan sebagai agen pengendali hayati seperti bakteri, virus, protozoa, jamur, riketzia, dan nematoda.
3 Teknik Pengendalian Hayati
- Konservasi dan peningkatan musuh alami bertujuan untuk konservasi dan meningkatkan dampak musuh alami yang telah ada pada areal pertanaman. Contoh memperkecil dampak negatif penggunaan pestisida. Selain itu dapat dilakukan dengan mengubah lingkungan pertanaman dan cara bercocok tanam.
- Augmentasi populasi musuh alami bertujuan untuk mengakselerasi populasi MA itu sendiri dan menjaga populasi serangga hama. Dalam pendekatan ini terdapat 2 metode yaitu inokulasi dan inundasi.
- Introduksi musuh alami bertujuan untuk melepas MA eksotik ke dalam lingkungan baru sehingga nantinya dapat stabil dan mapan secara permanen dan mampu mengendalikan populasi hama dalam jangka waktu panjang tanpa perlu intervensi lebih lanjut.
Setelah beberapa paparan umum mengenai pengendalian hayati diatas maka dapat ditarik kelebihan dan kekurangan dari pengendalian hayati.
Adapun kelebihan dari pengendalian hayati diantaranya, tingkat keberhasilan pengendalian hama tinggi, APH aktif mencari inang, beberapa tipe agen pengendalian hayati dapat digunakan sebagai insektisida hayati, umumnya spesies hama tidak mampu berkembang menjadi resisten terhadap agen pengendalian hayati dan yang terpenting ialah pengendalian hayati tidak memberi pengaruh negatif terhadap manusia dan lingkungannya.
Sedangkan kelemahan dari pengendalian hayati ialah hasil pengendalian hayati tidak dapat dilihat segera, waktu yang dibutuhkan lama, memerlukan waktu tertentu dalam pengaplikasiannya, tidak dapat digunakan untuk pengendalian hama baru.
Dari paparan diatas tentu muncul pertanyaan baru bagaimana dengan hama yang telah resisten? Bisakah dikendalikan dengan pengendalian hayati? Mari simak penjelasannya dibawah!
Dalam pertanian dan lingkungan sekitar resistensi hama baik hama pertanian maupun pemukiman (urban pest) sudah menjadi hal yang tidak asing bagi setiap orang, hal ini disebabkan oleh terlalu seringnya menggunakan pestisida dalam menangani hama tersebut. Resistensi hama dapat diartikan sebagai salah satu fenomena perubahan hama.
Dari hama yang tidak kebal/tahan terhadap pestisida terhadap hama yang kebal/ tahan terhadap pestisida. Sebagian besar resistensi terhadap pestisida disebabkan oleh tindakan manusia dalam mengaplikasikan pestisida, tanpa dilandasi oleh pengetahun tentang sifat dasar pestisida dan OPT sasaran.
Pengendalian hayati merupakan salah satu cara yang dapat dikatakan sangat ramah lingkungan dalam membasmi hama karena menggunakan musuh alami dari hama tersebut, sehingga apabila telah dilakukan pemasukan musuh alami dalam satu area yang terganggu oleh hama maka musuh alami tersebut akan dapat terus bertahan hidup dan berkembang selagi inangnya masih ada serta tidak diperlukan pengulangan yang rutin kecuali apabila terdapat hama lain yang berpotensi untuk mengganggu musuh alami tersebut, sehingga diperlukan musuh alami yang lebih baru yang dapat menekan populasi baru tersebut.
Karena seperti yang dijelaskan diatas bahwa pengendalian hayati ini tidak dapat digunakan untuk hama baru namun dapat digunakan sebagai pengendalian pada hama yang resistensi.
Selain itu dapat dilakukan pengendalian resistensi hama dengan pengendalian hayati melalui beberapa cara seperti pergiliran tanaman untuk memutus daur hidup hama, pemasangan perangkap OPT ataupun jarak tanam. Meskipun pengendalian hayati membasmi hama dalam waktu yang lama namun hal ini sangat menjanjikan, selain itu teknik ini aman bagi lingkungan serta tidak mengakibatkan hama menjadi resisten.
Seperti teknologi baru yang telah ada pada saat ini yaitu teknologi nano yang memiliki kemampuan untuk mengontrol atau memanipulasi dalam skala atom (Kuzma and Verhage, 2006) yang merupakan salah satu bentuk pengendalian hayati terbaru karena dapat diperoleh dari kandungan senyawa tumbuhan yang dapat digunakan sebagai agen pengendali hama.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengendalian hayati dapat digunakan untuk hama yang telah resisten.
Baca Juga :



Facebook Comments