spot_img

Bunga dan Guru Pada Hari Guru Nasional

Bunga Dan Guru Pada Hari Guru Nasional

oleh : Dantes, S. Pd. I, Gr

Guru merupakan salah satu pilar utama dalam pembangunan bangsa. Dedikasi guru dalam mendidik generasi muda menjadi alasan penting mengapa peran mereka perlu dihargai. Di Indonesia, Hari Guru Nasional diperingati setiap tanggal 25 November, bertepatan dengan ulang tahun Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Peringatan ini melahirkan berbagai bentuk apresiasi, salah satunya adalah tradisi pemberian bunga kepada guru.

Fenomena pemberian bunga kini umum di sekolah-sekolah, terutama sejak media sosial memperkuat ekspresi simbolik penghargaan tersebut. Namun, banyak yang belum memahami asal-usul dan bagaimana tradisi ini mulai berlangsung di Indonesia. Oleh karena itu, penting untuk menjelajahi sejarah, perkembangan, dan makna budaya dari praktik pemberian bunga kepada guru.

Adapun Sejarah Hari Guru Nasional berawal dari terbentuknya organisasi guru pada masa kolonial, yakni Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) pada tahun 1912. Setelah kemerdekaan, organisasi guru Indonesia bersatu dalam Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang diresmikan pada 25 November 1945.

Pada tahun 1994, Presiden Soeharto menetapkan Hari Guru Nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994, yang menetapkan 25 November sebagai hari untuk menghormati jasa guru di Indonesia.

Sejak itulah perayaan Hari Guru di sekolah-sekolah mulai berlangsung secara luas dan formal.

Asal Usul Budaya Memberikan Bunga (Global),Budaya memberikan bunga kepada figur penting bukan berasal dari Indonesia, melainkan dari tradisi masyarakat Barat, terutama:Tradisi Apresiasi Guru di Amerika dan Eropa. Sejak awal abad ke-20, sekolah-sekolah di Amerika memiliki Teacher Appreciation Week, di mana siswa memberikan:bunga, kartu ucapan,apel (sebagai simbol klasik penghargaan).

Penelitian Cunningham (2004) menunjukkan bahwa pemberian bunga merupakan simbol penghargaan yang berkembang secara sosial dalam sistem pendidikan Barat.

BACA JUGA  DPRD Kota Pariaman Sahkan 3 Ranperda

Makna Antropologis Bunga menurut Freeman (2001), bunga melambangkan ketulusan, penghormatan, kelembutan budi, apresiasi.

Makna simbolik bunga yang universal membuatnya mudah diterima sebagai bentuk penghargaan di berbagai belahan dunia.

Perkembangan Tradisi di Indonesia Periode 1990–2000: Perayaan Awal

Setelah penetapan Hari Guru Nasional tahun 1994, sekolah-sekolah mulai merayakan Hari Guru dengan: upacara,kartu ucapan,hadiah sederhana.Bunga mulai digunakan, meski belum dominan.

Periode 2000–2010: Adaptasi Budaya Global

Masuknya budaya populer Barat melalui televisi, film, dan iklan memperkenalkan praktik memberi bunga pada momen apresiasi. Ini secara perlahan diadopsi oleh sekolah di Indonesia.Penelitian Suyatno & Hidayat (2016) menunjukkan bahwa globalisasi memiliki pengaruh besar pada budaya sekolah.

Periode 2015–sekarang: Tren Media Sosial Media sosial (Instagram, TikTok, Facebook) mempercepat popularitas pemberian bunga. Visualisasi “momen memberi bunga kepada guru” menjadi konten viral dan memperkuat tradisi tersebut.

Hapsari (2019) mencatat bahwa media sosial menjadi faktor penting dalam pembentukan budaya apresiasi modern di lingkungan pendidikan Indonesia.

Makna Simbolik Bunga dalam Apresiasi Guru, Bunga menjadi simbol apresiasi karena:

1. Nilai etis – tidak termasuk hadiah mewah.
2. Keindahan visual – menarik dan fotogenik.
3. Makna emosional – mewakili rasa hormat dan terima kasih.
4. Aksesibilitas – mudah dibuat oleh siswa.

Dengan demikian, bunga menjadi media apresiasi yang paling ideal dalam konteks pelajar.

Sebagai Kesimpulan Budaya pemberian bunga kepada guru pada Hari Guru Nasional merupakan hasil adaptasi budaya apresiasi global, khususnya dari tradisi Barat. Tradisi tersebut masuk ke Indonesia melalui pengaruh globalisasi dan diperkuat oleh media sosial. Bunga dipilih karena memiliki makna simbolis penghargaan dan sifatnya yang sederhana namun bermakna.

Perayaan Hari Guru Nasional yang dimulai sejak 1994 menjadi ruang bagi berkembangnya tradisi ini hingga menjadi kebiasaan umum dalam dunia pendidikan Indonesia.Sekolah perlu tetap mengutamakan makna apresiasi, bukan sekadar mengikuti tren, dan janganlah berharap apresiasi/hadiah yang berlebihan dari siswa, karena Tujuan utamanya untuk Pendidikan karakter dapat memanfaatkan tradisi ini sebagai momen membangun kehormatan dan etika siswa terhadap guru.

BACA JUGA  Pasca Musibah, Wabup Sambangi Korban Kebakaran di Sungayang

Selamat HGN Tahun 2025

Baca Juga :

Facebook Comments

Google News