spot_img

Pinjam Meminjam di Era Digital

Oleh: ADE MERTA, S.Pd
Mahasiswa Pasca Sarjana, Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat
utang
Ade Merta
Perkembangan teknologi digital telah membawa perubahan besar dalam pola pinjam-meminjam di masyarakat modern. Jika pada masa lalu proses pengajuan pinjaman membutuhkan waktu lama, dokumen fisik dan serangkaian verifikasi yang ketat, kini semua tahapan tersebut dapat dilakukan hanya melalui perangkat ponsel dengan bantuan aplikasi financial technology (fintech).

Transformasi ini membuat akses keuangan menjadi jauh lebih inklusif dan efisien, terutama bagi kelompok masyarakat seperti pelaku UMKM, pekerja informal, dan masyarakat di wilayah terpencil yang sebelumnya sulit memperoleh layanan perbankan. Kemunculan credit scoring berbasis data digital melalui jejak transaksi, perilaku belanja, hingga aktivitas ponsel semakin menyederhanakan proses pemberian pinjaman sehingga keputusan dapat diambil hanya dalam hitungan menit. Fenomena ini menjadikan pinjam-meminjam digital bukan sekadar alternatif, tetapi telah menjadi bagian dari gaya hidup dan kebutuhan ekonomi di era modern.

Baca juga: Dua Siswa MTsN 3 Kota Pariaman Raih Prestasi pada Bulutangkis

Namun, di tengah kemudahan tersebut muncul tantangan besar yang harus dicermati secara kritis. Banyak masyarakat menikmati kemudahan akses pinjaman tanpa memiliki literasi finansial yang memadai. Rendahnya pemahaman terhadap suku bunga, risiko keterlambatan, perhitungan denda, hingga konsekuensi jangka panjang membuat sebagian pengguna terjebak dalam perilaku konsumtif.

Banyak di antaranya meminjam bukan atas dasar kebutuhan riil melainkan dorongan impulsif, gaya hidup atau keinginan memenuhi tren sosial media. Situasi ini semakin berbahaya ketika masyarakat tidak mampu membedakan antara aplikasi legal yang terdaftar di OJK dan aplikasi ilegal yang menawarkan kemudahan berlebihan tetapi menyembunyikan ancaman seperti pencurian data, bunga tak terkendali, dan penagihan yang tidak manusiawi. Berbagai kasus yang muncul menunjukkan bahwa dampak pinjaman digital ilegal tidak berhenti pada persoalan ekonomi tetapi juga merembet ke aspek psikologis, sosial bahkan keselamatan pribadi.

BACA JUGA  Kemarau Melanda Lembah Gumanti, MTsN 3 Solok Gelar Solat Istiqa'

Fenomena penyalahgunaan data pribadi menjadi isu yang sangat serius dalam pinjam-meminjam digital. Banyak pengguna tidak menyadari bahwa memberikan akses kontak, galeri dan lokasi pada aplikasi ilegal dapat membuka peluang bagi pelaku untuk melakukan intimidasi, penyebaran fitnah hingga pemerasan saat terjadi keterlambatan pembayaran.

Pengalaman traumatis yang dialami korban menunjukkan bahwa pinjaman digital memiliki dimensi etika yang jauh lebih kompleks dibanding pinjaman konvensional. Dalam konteks ini, pengetahuan dan pemahaman pinjam-meminjam menjadi sangat penting. Pengguna tidak hanya dituntut memahami manfaat jangka pendek tetapi juga harus mampu menganalisis potensi risiko, mengevaluasi keamanan aplikasi, dan mempertimbangkan konsekuensi moral maupun sosial dari keputusan finansial yang diambil. Dengan kata lain, meminjam uang di era digital tidak hanya membutuhkan kecepatan tetapi juga kecermatan dan kemampuan berpikir reflektif.

Dari sisi regulasi, pemerintah telah meningkatkan pengawasan terhadap layanan pinjaman online melalui OJK, Kominfo dan kepolisian. Namun tantangan penegakan hukum tetap besar karena aplikasi ilegal dapat muncul kembali dengan nama baru dan metode promosi yang berbeda. Teknologi berkembang begitu cepat sehingga regulasi sering tertinggal satu langkah di belakang. Oleh karena itu, edukasi kepada masyarakat menjadi aspek yang sangat penting.

Masyarakat perlu dibekali literasi digital dan literasi keuangan agar mampu mengambil keputusan yang bijak. Maraknya layanan pinjam-meminjam digital perlu disikapi dengan kewaspadaan tinggi. Teknologi ini memang hadir sebagai bagian dari perkembangan zaman, tetapi masyarakat tidak harus bergantung pada pinjaman cepat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari karena meminjam uang secara instan sering kali hanya memberikan solusi sesaat tetapi membawa risiko jangka panjang yang dapat merusak kondisi ekonomi maupun mental.

Sebaliknya, yang jauh lebih penting adalah membangun kebiasaan mengelola keuangan secara sehat, menahan perilaku konsumtif serta meningkatkan literasi digital agar tidak mudah tertipu oleh layanan ilegal. Upaya memperkuat perencanaan keuangan pribadi, mencari sumber pendapatan yang lebih stabil dan memprioritaskan kebutuhan dasar akan jauh lebih bermanfaat dibanding mengambil risiko melalui pinjaman digital. Menghindari pinjaman digital bukan hanya pilihan yang bijak, tetapi juga langkah penting untuk menjaga stabilitas hidup dan mencegah masalah yang lebih besar di masa depan.

BACA JUGA  Cegah Cofid-19, Bupati Solok dan FKUB Ambil Beberapa Kesepakatan

Dalam ajaran Islam, umat dianjurkan menjauhi  hutang yang dapat menjerumuskan diri dalam kesulitan, apalagi jika mengandung unsur riba, tekanan atau ketidakjelasan (gharar), yang semua itu dilarang karena dapat merugikan dan menzalimi diri sendiri maupun orang lain.

Islam melarang transaksi yang mengandung ketidakjelasan karena dapat memicu perselisihan dan kedzaliman. Rasulullah SAW bersabda: “Rasulullah melarang jual beli yang mengandung gharar.” (HR. Muslim). Faktanya, banyak layanan pinjaman online mengandung unsur gharar atau ketidakjelasan seperti bunga yang berubah-ubah, denda yang tidak transparan serta penagihan yang menyalahi etika. Karena itu, sangat penting bagi masyarakat untuk menghindari pinjaman online.

Islam mengajarkan bahwa rezeki yang penuh keberkahan tidak datang dari sesuatu yang merugikan diri atau orang lain melainkan dari usaha yang jujur, kesabaran serta pengelolaan yang bijak. Disaat menghadapi kesulitan, Islam mendorong kita untuk memperbanyak doa, usaha serta bersandar pada pertolongan Allah, bukan mencari jalan pintas yang justru menambah masalah. Dengan meninggalkan pinjaman online yang berisiko, kita sedang menjaga diri dari mudarat, menjaga ketenangan keluarga dan menjaga keberkahan harta yang Allah amanahkan kepada kita.

Dalam perspektif Islam, hutang bukanlah perkara ringan. Allah SWT dengan tegas melarang riba karena mengandung unsur penindasan dan merusak tatanan ekonomi. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa-sisa riba, jika kamu benar-benar beriman.” (QS. Al-Baqarah [2]: 278).  Ayat ini menjadi peringatan keras bahwa riba, yang banyak ditemukan dalam praktik pinjaman online adalah sesuatu yang harus dijauhi demi menjaga keberkahan hidup.

Nabi Muhammad SAW juga memberikan peringatan serius tentang bahaya hutang. Beliau bersabda: “Jiwa seorang mukmin tergantung karena hutangnya hingga hutangnya itu dilunasi.” (HR. Tirmidzi). Hadis ini menunjukkan bahwa hutang dapat menjadi beban berat, bukan hanya di dunia tetapi juga hingga ke akhirat. Bahkan Rasulullah SAW sering memohon perlindungan dari banyaknya hutang dalam doa harian beliau, menandakan bahwa hutang yang tidak perlu dapat mengurangi ketenangan dan keberkahan hidup.

BACA JUGA  Khatam Qur'an di Salayo, Ini Pesan Kakan Kemenag Kabupaten Solok

Karena itu, daripada mengambil pinjaman online yang penuh risiko, Islam menuntun umatnya untuk memperkuat pengelolaan keuangan, menjauhi gaya hidup berlebihan serta senantiasa bersabar dalam menghadapi keterbatasan. Allah SWT berjanji akan memberikan jalan keluar bagi orang-orang yang bertakwa dan berserah diri kepada-Nya. Sebagaimana firman-Nya: “Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (QS. Ath-Thalaq [65]: 2–3). Ayat ini mengingatkan bahwa solusi terbaik tidak selalu datang dari pinjaman instan tetapi dari ikhtiar yang halal, kesabaran serta tawakal kepada Allah.

Dengan menjauhi pinjaman online yang berisiko dan mengandung unsur terlarang, kita sedang menjaga diri dari kezaliman, menjaga keluarga dari tekanan hutang dan menjaga keberkahan rezeki yang Allah titipkan. Jalan hidup yang penuh keberkahan tidak datang dari hutang, tetapi dari usaha yang jujur, pengelolaan yang baik serta doa yang tidak pernah putus kepada Allah SWT.

Baca juga: Sultan Minta Menteri Keuangan Hormati Keputusan MA Bayar Utang Jusuf Hamka

Facebook Comments

Google News