SuhaNews – Komite III DPD RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) dan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI). Hal ini guna untuk mengkaji dan melakukan perbaikan UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), khususnya untuk Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi yang pada pelaksanaannya banyak terjadi kecurangan dan dikeluhkan oleh masyarakat.
“Banyak aduan yang disampaikan masyarakat ke pihak pemerintah disebabkan besarnya kuota zonasi, dibandingkan kuota masuk jalur lainnya. Banyak masyarakat yang menilai PPDB zonasi justru menimbulkan masalah baru bagi peserta didik dan orang tua peserta didik yang kebetulan lokasi rumahnya jauh dari sekolah,” kata Ketua Komite III DPD RI Hasan Basri saat membuka rapat yang berlangsung di Ruang Rapat Pajajaran Gedung DPD RI, Senayan Jakarta, Selasa (4/9/2023).
Hasan Basri menyayangkan bahwa keterbatasan jumlah sekolah negeri baik di kota-kota besar maupun di daerah menyebabkan pihak peserta didik, dan orang tua peserta didik kesulitan untuk mengakses pendidikan yang layak dan terjangkau.
“Untuk memperoleh kesempatan bersekolah di sekolah negeri pada sistem PPDB melalui jalur zonasi, banyak modus kecurangan yang dilakukan oleh pihak orang tua peserta didik. Beberapa modus kecurangan itu diantaranya dengan pindah Kartu Keluarga (KK), menumpang KK saudara atau orang lain yang tidak dikenal yang rumahnya dekat dengan sekolah tujuan, dengan membayar sejumlah biaya,” sambung senator asal Kalimantan Utara itu.
Menanggapi kecurangan sistem PPDB, Retno Listiyarti selaku Dewan Pakar FSGI menjelaskan sistem penerimaan berdasarkan nilai akademik yang berlangsung sebelum sistem zonasi justru memberatkan anak-anak dari masyarakat miskin.
“Peserta didik yang memiliki nilai akademik tinggi umumnya didominasi anak-anak dari keluarga berada yang sarana prasarana memadai, mampu membayar guru privat dan gizinya sudah baik sejak kecil,” lanjut Retno.
Di kesempatan yang sama, Wasekjen PB PGRI Jejen Musfah melihat sebelum PPDB sistem zonasi diberlakukan banyak terjadi ketimpangan antara sekolah yang dipersepsikan sebagai sekolah unggul atau favorit, dengan sekolah yang dipersepsikan tidak favorit.
“Sekolah negeri itu memproduksi layanan publik tidak boleh dikompetisikan secara berlebihan, tidak boleh dieksklusifkan untuk orang atau kalangan tertentu, dan tidak boleh ada praktik diskriminasi,” tutur Jejen.
Sementara itu, Lily Amelia Salurapa menilai perlu dilakukan penataan kembali dari Kemendikbud dari PPDB sistem zonasi. Dirinya meminta agar pengawasan terhadap verifikasi kependudukan dilakukan dari tingkat terdekat seperti RT dan RW.
“Peningkatan pengawasan sistem kependudukan perlu dilakukan. Jangan sampai tujuan baik PPDB sistem zonasi untuk pemerataan pendidikan tercoreng oleh kecurangan yang banyak terjadi,” tutur Lily Senator asal Sulawesi Selatan.**hes
Facebook Comments