Test untuk Covid-19, Ini Bedanya PCR dan Rapid

SuhaNews. Pemerintah mempertimbangkan pemeriksaan virus corona COVID-19 dengan rapid test seperti dipakai di beberapa negara lain. Jenis tes ini diklaim memberikan hasil lebih cepat dibanding tes yang selama ini digunakan.

“Kami tadi rapat untuk mulai melakukan kajian terkait dengan rapid test seperti yang dilaksanakan di negara lain, perlu dipahami rapid test ini memiliki cara yang berbeda dengan cara yang selama ini kami gunakan,” kata juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19, Ahmad Yurianto, di kantor BNPB, Rabu (18/3/2020).

Baca Juga : Mengenali Ciri Corona dan Perbedaan Dengan Flu Biasa

Selain rapid test, pemeriksaan virus corona COVID-19 selama ini menggunakan PCR (polymerase chain reaction) atau RT-PCR (real time polymerase chain reaction). Dibanding rapid test, RT-PCR membutuhkan waktu lebih lama dan biaya yang relatif lebih mahal.

Lebih jelasnya, berikut ini beberapa hal yang membedakan keduanya.

Sampel yang digunakan

RT-PCT menggunakan sampel usapan lendir dari hidung atau tenggorokan. Lokasi ini dipilih karena menjadi tempat virus berreplikasi. Sementara itu, rapid test menggunakan sampel darah.

Cara kerja

Virus yang aktif memiliki material genetika yang bisa berupa DNA maupun RNA. Pada virus corona, material genetiknya adalah RNA. Nah, RNA inilah yang diamplifikasi dengan RT-PCR sehingga bisa dideteksi.

Rapid test bekerja dengan cara yang berbeda. Virus corona COVID-19 tidak hidup di darah, tetapi seseorang yang terinfeksi akan membentuk antibodi yang disebut immunoglobulin, yang bisa dideteksi di darah. Immunoglobulin inilah yang dideteksi dengan rapid test.

Simpelnya, RT-PCT mendeteksi keberadaan virus sedangkan rapid test mendeteksi apakah seseorang pernah terpapar atau tidak.

Terkait cara kerja, RT-PCT harus dikerjakan di laboratorium dengan standar biosafety level tertentu. Rapid test lebih praktis karena bisa dilakukan di mana saja.

BACA JUGA  Lindungi Diri dari Covid-19, Pasan Etek di Rumah Sakik

Akurasi

Ahmad Rusdan Handoyo Utomo PhD, Principal Investigator, Stem-cell and Cancer Research Institute, menjelaskan bahwa rapid test bisa memberikan hasil ‘false negative’. Ini terjadi bila tes dilakukan pada fase yang tidak tepat.

“Data antibodi tidak selalu bersamaan dengan data PCR. Ketika data PCR menunjukkan virus RNA terdeteksi, antibodi belum terbentuk,” jelasnya.

Kemungkinan false negative ini juga disinggung oleh juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19, Achmad Yurianto.

“Hanya masalahnya bahwa yang diperiksa immunoglobulin-nya maka kita butuh reaksi immunoglobulin dari seseorang yang terinfeksi paling tidak seminggu karena kalau belum seminggu terinfeksi atau terinfeksi kurang dari seminggu pembacaan immunoglobulin-nya akan menampilkan gambaran negatif,” katanya.

Lama waktu pemeriksaan

RT-PCR jelas membutuhkan waktu lebih lama untuk Covid-19. Belum termasuk waktu pengiriman sampel karena pemeriksaan virus corona sempat dipusatkan hanya di laboratorium Litbangkes (Penelitian dan Pengembangan Kesehatan) di Jakarta. Rapid test bisa dilakukan kapan saja dan hanya butuh waktu 15-20 menit untuk mendapatkan hasilnya.

“Untuk skrining di bandara misalnya, rapid diagnostik cukup menjanjikan karena hanya 20 menit,” kata Ahmad.

Untuk kebutuhan massive screening dan menemukan lebih banyak kasus, rapid test berbasis antibodi dinilai sebagai pilihan yang tepat.

Biaya

Rapid test diklaim lebih ekonomis dibanding RT-PCR. Dalam sebuah wawancara, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan (Balitbangkes), Siswanto, memberikan perkiraan biata RT-PCR.

“Per orang rata-rata total unit cost mulai dari ambil spesimen, transport, pemeriksaan PCR sekitar Rp 1,5 juta,” sebutnya. red

Sumber : Detik.com

Baca Juga :

Facebook Comments

- Advertisement -
- Advertisement -