Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Perspektif Syariah
Oleh: Syaiful Anwar, S.E., M.Si Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Andalas Padang, Kampus II Payakumbuh
Dalam mengelola suatu organisasi khususnya organisasi bisnis, diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kemampuan manajerial yang baik. Dapat dikatakan bahwa SDM merupakan ujung tombak kemajuan organisasi tersebut, sehingga dapat memanfaatkan fasilitas yang tersedia dengan baik dan bijaksana.
Jika dikaitkan dengan manajemen bisnis syariah, tentu diperlukan peran serta sumber daya manusia yang patuh dan taat tidak hanya pada aturan perusahaan, namun juga pada aturan yang ditetapkan oleh Allah.
Sumber daya manusia syariah secara esensial adalah keimanan SDM syariah terhadap keesaan Allah dan kesadaran tertingginya untuk tunduk sepenuhnya pada kehendak Allah dan kesadaran bahwa dia sangat dekat dengan Allah. SDM syariah memposisikan seakan-akan melihat Allah yang selalu mengawasinya, atau Allah selalu berada didalam hati setiap individu SDM syariah kapanpun dan dimanapun. Ini adalah modal dasar yang penting dalam menghadapi persaingan usaha yang ketat seperti saat sekarang.
Dalam konsep manajemen sumber daya manusia syariah, Dhidhin Hafidhuddin membagi pengelolaan tersebut pada tiga pembahasan. Pertama, perilaku sumber daya manusia syariah yang dilandasi pada ketauhidan dan keimanan. Dengan adanya landasan berbasis nilai tauhid dan nilai iman ini, seseorang akan merasa setiap pekerjaannya akan diawasi oleh Allah SWT, sehingga ia akan optimal dalam bekerja mestipun tidak diawasi secara langsung oleh atasannya.
Ketauhidan dan keimanan akan melahirkan kejujuran, kedisiplinan dan integritas dalam setiap tindakannya. Inilah modal dasar utama khususnya bagi seorang muslim dalam berkarir di dunia usaha yang hari ini sangatlah kompetitif.
Kedua, struktur organisasi yang terorganisir dengan rapi. Adanya sumber daya manusia yang baik belum akan menjamin apakah organisasi yang ada akan berjalan dengan baik pula. Dalam hal struktur organisasi, setiap SDM ditempatkan sesuai keahlian dan bidang ilmunya masing-masing. Selain itu perlu adanya pembagian tugas yang jelas agar tidak tumpang tindih kewenangan antara satu individu dengan individu lainnya. Dengan demikian, struktur organisasi yang rapi akan meningkatkan efektivitas dalam bekerja dan menjalankan tugas.
Ketiga, sistem yang teraplikasikan dengan baik. Mengenai sistem, erat kaitannya dengan pengelolaan informasi dan teknologi yang serba otomatis. Misalnya mengenai standard operation system (SOP) mengenai surat masuk dan keluar, harus ada standar yang baku dan serba digital. Sehingga tidak perlu ada lagi birokrasi yang lama dan berbelit yang membuat kinerja organisasi menjadi lamban.
Dalam pandangan syariah, manusia pada hakikatnya diciptakan untuk mengabdikan diri kepada Allah (QS. Al-‘Alaq: 1-5). Dalam ayat lain juga disebutkan bahwa tugas manusia ialah untuk beribadah pada Allah. “Dan aku tidak menciptakan Jin dan Manusia melainkan supaya mereka menyembah Ku.” (QS. Adz-Dzariyat : 56). Mengacu pada ayat tersebut, maka segala tindakan dan amalan pekerjaan hendaknya diniatkan untuk membantu sesama dan menegakkan agama Allah.
Sebagai insan yang berakal, manusia juga diberi tugas untuk menjadi “khalifah” dengan tugas mengelola kekayaan bumi dengan baik (QS. Az-Zariat:52). Sehingga selaku bagian dari SDM syariah, manusia sudah memiliki modal untuk memimpin di tengah masyarakat.
Hanya kemudian, kemampuan kepemimpinan tersebut harus digunakan untuk hal yang baik dan positif. Mengenai amanah Allah dalam mengelola bumi ini, juga tertuang dalam Al-Quran agar manusia bisa bijak dan amanah dalam menjaga sumber daya alam dengan baik (QS. Al-Baqarah: 30). Pada akhirnya, kemampuan manusia dalam mengelola bumi tersebut bertujuan untuk meraih keselamatan dan kemaslahatan dunia dan akhirat.
Tulisan Syaiful Anwar lainnya :
Facebook Comments