Mau Jual Beli, Pahami Syarat dan Jenisnya Menurut Islam
Oleh : Tasrif
Jual beli berasal dari kata bai’ secara etimologi adalah menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Dalam kacamata Fiqih, jual beli adalah memberikan hak milik benda yang sifatnya bisa dihartakan dengan cara tukar menukar yang sesuai dengan aturan syariat atau memberikan hak milik berupa kemanfaatan untuk selamanya dari sesuatu yang dibolehkan syariat dengan sifatnya yang dihartakan.
Kata tukar menukar mengecualikan utang, sedangkan frasa sesuai aturan syariat mengecualikan riba, Kata mamfaat mencakup hak milik pembangunan, Kata harga mengecualikan ongkos dalam akad sewa, sebab ongkos tidak dapat disebut harga.
Akad jual beli ada tiga macam yakni pertama: menjual barang yang terlihat, tepatnya barangnya ada dan disaksikan di tempat transaksi. Hukum praktek seperti ini adalah boleh ketika syarat-syaratnya terpenuhi yaitu barang yang dijual adalah barang yang suci, dapat dimanfaatkan, mampu diserahkan dan orang yang bertransaksi memiliki hak kuasa atas barang tersebut.
Di dalam akad jual beli harus ada ijab ( serah) dan kabul (terima).
Praktek yang pertama ini seperti penjual atau orang yang menempati posisinya berkata, “ Aku menjual ini kepadamu atau Aku memberikan hak milik benda ini padamu dengan harga sekian.”
Sedangkan praktek yang kedua seperti pembeli atau orang yang menempati posisinya berkata, “ Aku membelinya,” atau Aku menerima kepemilikannya atau kalimat sejenisnya.
Kedua, menjual barang yang dideskripsikan dan masih berada dalam tanggungan akad. Akad ini disebut dengan akad tempah ( salam). Hukum akad ini diperbolehkan ketika barang itu sesuai dengan sifat-sifat yang dideskripsikan, tepatnya sifat-sifat akad tempat yang dijelaskaskan.
Ketiga, menjual barang yang tidak ada dan tidak disaksikan oleh kedua belah pihak yang sedang bertransaksi. Barang seperti ini tidak boleh diperjualbelikan. Yang dimaksud dengan boleh di dalam ketiga macan jual beli ini adalah sah.
Imam Abu Syuja’, menyatakan tidak terlihat mengindikasikan bahwa akad pada barang yang sudah disaksikan kemudian hilang saat akad berlangsung masih diperbolehkan, tetapi ini hanya berlaku pada barang yang notabenenya tidak berubah pada durasi masa pembeli melihat dan membeli.
Menjual setiap barang yang suci dapat dimanfaatkan dan bisa dimiliki adalah sah, Menjual barang najis dan barang yang terkena najis seperti khamar, minyak, cuka yang terkena najis dan barang yang sekiranya tidak mungkin disucikan lagi tidak sah.
Begitu juga menjual barang yang tidak ada manfaatnya sama sekali, seperti menjual kalajengking, semut dan binatang buas yang tidak memberikan manfaat.
Dalam akad jual beli ada penjual (ba’i) dan pembeli ( musytari) yang diperkenankan bertransaksi, tidak ada paksaan yang keluar dari aturan syariat. Ada benda ( mutsman) yang suci, bermanfaat, penjual sanggup menyerahkan ke pembeli, kedua belah pihak sama-sama tahu bentuk, ukuran dan sifat barang. Ada lafadz akad (ijab dan kabul) diantara ijab dan qabul tidak disisipi perkataan yang lain, diantara keduanya tidak ada jeda yang panjang, tidak ada syarat, contoh aku membelinya ketika hujan turun, tidak diberi waktu contoh aku membelinya selama hujan masih turun.
Baca juga :
Facebook Comments