Tak berlebihan jika dikatakan masa depan anak-anak berada di pundak guru. Anak-anak yang sedang tumbuh berkembang bisa diarahkan kemana pun oleh guru di sekolah.
Peran guru dalam memberikan jalan hidup bagi anak-anak tentu saja menegaskan makna tak sederhana. Ibu Pendidikan Indonesia Rahmah El-Yunusiyyah (1900-1969) menegaskan bahwa guru adalah seorang pengajar dan pendidik. Artinya, guru tak sekadar masuk kelas dan mengajar, tapi juga dituntut mampu memberikan cahaya bagi anak-anak didiknya untuk bersinar di hari depan.
Guru yang dalam leksikon Jawa diakronimkan dengan “digugu lan ditiru” seyogianya bisa dipegang kebenaran kata dan bisa diteladani perilakunya. Dari guru, anak-anak belajar akan makna hidup, motivasi, semangat, dan mentalitas. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, meminjam Rahmah El-Yunusiyyah, tak akan mengajar anak bangsanya saja, tetapi juga akan mendidik-membawa putra dan putri bangsanya ke dalam kehidupan yang sebenarnya. Gurulah yang melahirkan sosok-sosok besar yang berpikir dan bertindak besar untuk membangun kehidupan.
Pastinya, pilihan menjadi seorang guru tidak sekadar materi yang ingin didapatkan. Guru bukanlah politisi yang terus berburu popularitas atau mencari status sosial terhormat di masyarakat. Begitu indah petuah Rahmah El-Yunusiyyah yang layak direnungkan, “Tugas seorang guru adalah suatu tugas yang besar dan suci, yang dituntut oleh agama dan bangsa kita.”
Sesungguhnya, menjadi guru juga melaksanakan amanat agama untuk tidak meninggalkan generasi lemah di kemudian hari (Qs. An-Nisa’: 9). Menjadi guru adalah panggilan hidup untuk mewujudkan peradaban yang bermartabat. Guru adalah sosok yang memainkan peran memanusiakan manusia muda dan mengangkat manusia muda ke taraf insani—meminjam Driyarkara.
Menjadi guru adalah jalan juang yang menyimpan kemuliaan. Di tangan guru, eksistensi bangsa dan negara dipertaruhkan. Menjadi guru adalah sebentuk keberanian untuk membawa anak-anak bangsa menuju cita-cita. Menjadi guru adalah sebuah bentuk pengorbanan demi terlahirnya manusia Indonesia yang kuasa belajar dari masa lalu, berinteraksi dengan masa kini, dan mampu beradaptasi dengan masa depan.
Maka, sebuah keniscayaan jika saatnya menjadi guru karena panggilan hidup. Guru yang tulus mengabdi tanpa henti. Guru yang memang layak disebut pahlawan karena berharap ridha dan pahala Tuhan. “Lakukan tugas-tugas Anda dengan gembira dan penuh kesabaran serta dengan penuh kesadaran, bahwa Anda adalah dalam melaksanakan tugas suci yang dituntut oleh agama dan bangsa kita, ” ujar Ibu Pendidikan Indonesia Rahmah El-Yunusiyyah. Wallahu a’lam. (Hendra Sugiantoro, penulis buku Rahmah El-Yunusiyyah dalam Arus Sejarah Indonesia, 2021)
Artikel Terkait :
- Syekh Abbas Abdullah dan Rahmah El-Yunusiyyah, Panas Dingin Politik
- Hijrah dan Spirit Rahmah El-Yunusiyyah
- Malam Idul Adha 52 Tahun Lalu, Rahmah El Yunusiyyah Wafat
- Mengenal Rahmah el Yunusiah, Ibu Pendidikan Indonesia
- “Etek Amah” Pertama Kali Kibarkan Merah Putih di Padang Panjan
- “Sabai dan Midun” 2 Robot Pelayan Cafe Ciptaan Diniyah Puteri
- Dina Yulesti Lulusan Tertbaik STIT Rahmah El Yunusiah Padang Panjang
- In Memoriam Zainuddin Labay, Tokoh Besar Itu Pergi 2 Hari Jelang Idul Adha
Facebook Comments