Surau Lakuak, sebuah nama yang asing jangankan bagi masyarakat Sumbar, bagi masyarakat nagari Pianggu kecamatan IX Koto Sungai Lasi Kabupaten Solok mungkin masih ada yang tidak kenal.
Hingga surau yang sedikit tersuruk di kaki Bukit Barisan tak jauh dari “jalan kureta” ini semakin sunyi ditinggal jamaah dan para santri.
Tak terdengar lagi ejaan “Alif Ba Ta” dari para santri yang belajar mengaji, atau alunan bacaan shalat setiap petang Kamis sebagaimana surau pada lazimnya.
Jamaah hanya datang berkunjung dikala Ramadhan untuk melaksanakan Tarwih, itupun jumlahnya tak banyak. Tak memenuhi syaf yang tersedia dalam surau.
Kondisi ini membuat Refni Dayu, S.Pd.I dan adiknya Susi Susanti, S.Pd tergerak untuk menghidupkan kembali surau tempat dimana dulu mereka pernah belajar mengaji dan belajar agama.
Dua beradik lulusan STAIN Batu Sangkar inipun mulai menyusun strategi untuk mengajak anak-anak disekitar Lakuak jorong Batang Pamo nagari Pianggu untuk belajar mengaji di Surau ini.
Dengan tekad yang bulat Dayu memutuskan resign dari tugasnya sebagai guru SUBP pada SMPN 1 Sungai Lasi dan mengoptimalkan mengelola dan mengajar santri TPA di Surau Lakuak.
Langkah itu dimulai Dayu dan Susi setelah Idul Fitri 1440 H yang lalu tepatnya 17 Juni 2019. Dengan penuh kesabaran keduanya mendatangi rumah-rumah yang memiliki anak usia sekolah untuk diajak mengaji di Surau Lakuak. Respon cukup bagus, 5 santri menyatakan kesediannya yang diukung orang tua untuk mengantar jemput, karena jarak rumah mereka dengan surau lumayan jauh.
Pada hari pertama mengaji yang dijadwalkan pukul 15.00 telah datang tiga santri. Mereka mencatatkan sejarah dalam kebangkitan Surau Lakuak. Ketiganya Tika (6), Karisa (5) dan Nadila (5).
Kendala pertama muncul, yakni masuk waktu Ashar. Yang ada di surau hanya wanita semua. Dayu, Susi dan ketiga santri ini. Melongok ke sekitar juga tak tampak warga yang bisa dipanggil untuk jadi muazin dan imam karena masih disibukan bekerja disawah atau ladang.
Akhirnya diputuskanlah membunyikan azan dari hape dengan aplikasi youtube. Masalah belum berakhir, saat akan shalat kembali muncul pertanyaan siapa yang akan jadi imam. Keputusan jatuh kepada Dayu, karena semua yang ada di surau adalah wanita.
Sepekan kegiatan di surau berjalan, mulai ada peningkatan jumlah santri. Jumlahnya kini 9 orang. Ini berkat kejelian Dayu dan Susi menyusun program belajar. Dimana setiap petang dari Senin sampai Jumat, santri diajari membaca Al Qur’an sedangkan hari Sabtu belajar ilmu agama.
Genap satu bulan berjalan, Susi dan Dayu mencoba membuat program untuk terus menarik anak-anak datang dan betah mengaji di Surau Lakuak. Yang paling utama adalah, santri tidak dipungut biaya apapun atau gratis.
Kemudian diupayakanlah baju seragam buat mereka dengan menggaet donatur. Sedangkan untuk membeli mesin pengeras suara lengkap dengan kabel instalasi serta beberapa buah bohlam lampu disumbangkan Dayu dari gajinya sebagai Penyuluh Agama Honorer Kementerian Agama.
Sebelum mengaji anak-anak dilatih dengan ilmu pengetahuan agama dan memberikan quiz. Hadiahnya dari makanan yang dijual oleh anak-anak surau kadang kami kasih hadiah dalam bentuk uang. Walau nilainya tak seberapa ternyata cara ini ampuh menambah motivasi mereka untuk datang belajar ke Surau.
Program terus dikembangkan, pada hari-hari tertentu seperti Senin, Selasa, Kamis, dan Jumat santri mengaji seperti biasa. Sedangkan hari Rabu diajarkan ilmu tajwid.
Papan tulis untuk belajar ini hanya triplek untuk menutupi rak buku yang bolong. Meski demikian para santri tetap antusias, hingga dua beradik yang menjadi guru ini pun tetap semangat.
Untuk hari Sabtu, santri dikenalkan ilmu dasar Islam yang kurikulumnya kami buat sesuai dengan kebutuhan anak murid. Sedangkan Minggu pagi diadakan Didikan Subuh plus sararapan pagi.
Menariknya, Didikan Subuh terlaksana setelah hari mulai siang ini karena jarak rumah santri dan surau ada yang berjauhan. Sedangkan sarapan pagi awalnya dimodali oleh Dayu dan Santi hingga kemudian ada donatur yang dengan ikhlas menyumbang setiap minggunya.
Usai sarapan, santri diajak gotong royong membersihkan lingkungan surau sekaligus mengajak mereka mencintai kebersihan dan menjaga lingkungan.
Waktu terus berjalan dan program yang digagas oleh Dayu dan Susi juga berkembang. Mulai dari para santri diajak puasa sunat hingga diajarkan untuk jadi Muazin, Imam dan hafalan doa untuk santri putra maupun putri.
Di akhir semester juga dilaksanakan ujian untuk mengukur perkembangan santri dalam belajar. Materi yang diberikan antara lain Fiqih, SKI, Bacaan Al Qur’an dan Tahfiz. Ujian disesuaikan dengan tingkatan pelajaran mereka. Ujian ini juga dilengkapi dengan rapor.
Selain mengembangkan pelajaran dengan berbagai metode hingga santri betah, dayu dan Susi juga memviralkan kegiatan Surau Lakuak ini di dunia maya. Dengan mengekspos semua kegiatan ke facebook dan membuat group WA wali murid. Ini berdampak positif, terbukti hingga kini banyak donatur yang peduli dan memberikan bantuan.
Hingga anak-anak disekitar Batang Pamo yang biasanya mengaji ke Silungkang kini beralih ke Surau Lakuak.
Begitupun saat Hari Besar Islam dan Hari Besar Nasional, sambil mengajarkan sejarah pada santri, Susi dan Dayu membuat aneka lomba ceria yang melibatkan seluruh santri. Selain itu untuk menambah keceriaan juga dibuat acara outdor seperti bola kaki di sawah yang diikuti oleh para santri.
Setelah lebih kurang enam bulan menghidupkan kembali Surau Lakuak, kini Dayu dan Susi telah mendidik 32 santri yang berasal dari sekitar Batang Pamo. Semoga para santri ini kelak menjadi generasi penerus bangsa yang Beriman, Berilmu Pengetahuan dan melek Teknologi.
Biar kelak, Surau Lakuak sebuah bangunan usang yang terletak diantara Bukit Barisan dan liku “jalan kureta” Solok Sawah Lunto ini menjadi saksi perjalanan santri-santri ini menuju keberhasilannya seperti ikhlasnya dua guru mereka Dayu dan Susi. Moentjak
Baca Juga :
Facebook Comments